Bolehkah Mengatakan Hamba Telah Mendholimi Rabb-nya?

Pernah ditanyakan kepada Syaikh Munajjid, apakah boleh seorang mengatakan bahwa hamba telah mendholimi Rabb-nya?

Maka beliau menjawab bahwa kedholiman berlaku bagi tindakan manusia terhadap manusia atau makhluk Allah yang lainnya dengan tidak memperlakukan mereka secara benar sesuai dengan haknya. Adapun berkaitan dengan tindakan manusia yang tidak memenuhi hak Allah ta’ala untuk disembah, maka hal tersebut bukanlah merupakan kedholiman kepada Allah, melainkan kedholimi kepada manusia itu sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wata’ala,

وَمَا ظَلَمُونَا ، وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Dan tidaklah mereka mendholimi kami, tetapi mereka mendholimi diri mereka sendiri.(Q.S Al-Baqaroh: 57)

Ayat ini menunjukkan bahwa kedurhakaan seorang hamba kepada Allah, tidaklah merupakan bentuk kedholiman kepada Allah ta’la, melaikan bentuk kedholiman hamba tadi kepada dirinya sendiri. Kemaksiatan seorang hamba tidaklah akan mengurangi sedikit pun kemuliaan Allah, seperti halnya ketaatan seorang hamba tidak pula akan memberikan manfaat sedikit pun kepada Allah azza wajalla. Ketaatan kepada Allah mutlak merupakan kebutuhan seorang hamba kepada Rabb-nya.

Allah ta’ala adalah Rabb yang maha kuat, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya, termasuk dalam hal kekuatan. Padahal suatu perbuatan dikatakan sebagai kedholiman ketika berlaku kepada sesuatu yang mempunyai sifat lemah dan memerlukan pertolongan. Oleh karena itu, Al-Wasy mengatakan,

ظلم الإنسان للّه تعالى لا يمكن وقوعه البتة

Kedholiman seorang hamba kepada Allah tidak mungkin terjadi sama sekali.

Menurut Ibnul Qayyim yang sesungguhnya terjadi adalah kedholiman seorang hamba kepada dirinya, dan bukan kedholiman seorang hamba kepada Rabb-nya. Hal ini misalnya bisa terlihat dari perbuatan syirik yang dilakukan oleh seorang hamba. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kedholiman yang besar. (Q.S. Lukman: 13)

Bagaimana tidak mendholimi dirinya sendiri, seorang yang melakukan kesyirikan, maka dosa-dosanya tidak akan diampuni oleh Allah, kecuali ia bertaubat sebelum ajal menjemput. Hal ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wata’ala,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mensekutukannya, dan Allah mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (Q.S. Annisa: 48)

Selain kedholiman kepada diri sendiri tadi, maka ada pula yang disebut dengan kedholiman kepada orang lain, apabila seseorang memperlakukan orang lain tidak sesuai dengan hak mereka. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pada saat haji wada’ bersabda,

إنَّ دماءكم وأموالَكُم وأعراضَكُم عليكُم حرامٌ ، كحرمةِ يومكم هذا ، في شهركم هذا ، في بلدكم هذا

Sesungguhnya darah kalian, harga kalian, dan tubuh kalian adalah haram (untuk didholimi) sebagaimana haram kalian ini, pada bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini.(Muttafaqun ‘alaihi).

Semoga kita semua terhindar dari segala bentuk kedholiman baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Dan sungguh tidak suatu perbuatan dholim kecuali hanya akan merugikan diri kita sendiri, dan tidak mungkin suatu kedholiman terjadi dari seorang hamba kepada Rabb-nya.

———

Delhi, 29 Juni 2012

Disadur dari http://www.islam-qa.com/ar/ref/170723

Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Meraih Sarjana Ilmu Politik (S.IP) dari Ilmu Hubungan Internasional UGM, M.A Political Science, Jamia Millia Islamia, dan M.A International Relations, Annamalai University, India. Menyelesaikan jenjang PhD Political Science dari International Islamic University Malaysia. Belajar agama dari beberapa ustadz ketika sedang studi di Yogyakarta, Malang dan India. Bekerja sebagai Professor di Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Leave a Response