Keluarga dan Pelajaran Dari Abu Darda’

Di era yang semakin materialistis ini, banyak orang begitu sibuk mencari nafkah. Siang dan malam ia membanting tulang untuk menghidupi keluarganya. Bahkan tidak sedikit mereka yang kehilangan waktu berharga bersama anak dan istrinya dengan alasan untuk “membahagiakan” mereka.

Padahal boleh jadi apa yang dilakukan tersebut justru membuat kehidupannya bertambah susah. Betapa banyak anak atau pasangan hidup yang kekurangan perhatian, kasih sayang, dan pendidikan keluarga dari pemimpinnya.

Sungguh, meskipun materi memang diperlukan, tetapi materi bukanlah segalanya. Dan betapa banyak mereka yang kita kira akan bahagia dengan segala perhiasan dunia yang diperjuangkannya, ternyata kehidupan mereka berakhir tragis dengan linangan air mata.

Sudah banyak orang tua yang mengatakan apa yang mereka lakukan untuk kebahagiaan keluarganya, tetapi justru yang terjadi adalah sebaliknya.

Karena itu, kiranya kita perlu belajar dari sejarah. Belajar Islam secara lebih mendalam, bagaimana memahami hakikat dunia dan kebahagiaan yang sebenarnya.

Salah satu pelajaran berharga bisa kita dapatkan dari kisahnya Abu Darda’ radiyallahu ‘anhu. Seorang sahabat yang pada awalnya merupakan seorang pengusaha kaya raya dan sibuk dengan perniagaan.

Namun kemudian, ketika ia mendapatkan hidayah melalui dakwah yang disampaikan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, ia pun memfokuskan dirinya untuk beribadah, bahkan sampai meninggalkan perdagangan yang dilakukannya selama ini kecuali sekedarnya.

Ia pun banyak menghabiskan waktunya untuk memahami agama ini. Akhirnya ia dikenal sebagai seorang ulama dan fuqaha.

Dikisahkan dari Abi Jahidah bahwa Salman mendatangi saudaranya Abu Darda’, dan menemukan istrinya Abu Darda’ dalam keadaan kurang memperhatikan penampilannya. Maka ia pun bertanya, “apa yang terjadi padamu?”. Ummu Darda’ menjawab,

إن أخاك لا حاجة له في الدنيا، يقوم الليل ويصوم النهار

Sesungguhnya saudaramu tidak lagi punya keinginan terhadap dunia, ia sholat pada malam hari dan berpuasa terus pada siang hari.

Salman pun mendatangi Abu Darda’ membawa makanan, kemudian mengatakan, makanlah. Abu Darda’ menjawab, aku sedang berpuasa. Maka ketika dikatakan berbukalah, Abu Darda’ pun makan bersama Salman.

Kemudian pada malam harinya Salman tidur di dekat Abu Darda’. Ketika baru tidur, Abu Darda’ sudah bangkit dan ingin sholat malam. Salman mengatakan,

إن لجسدك عليك حقّاً، ولربك عليك حقّاً، ولأهلك عليك حقّاً، صم، وأفطر، وصل، وائت أهلك، وأعط كل ذي حق حقه

Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak, Rabbmu mempunyai hak, keluargamu punya hak, maka berpuasalah dan berbuka, sholatlah dan tidur bersama keluargamu, dan berikan segala sesuatu haknya.

Ketika sudah menjelang subuh, maka Salman berkata, bangunlah. Mereka pun berwudhu’, kemudian sholat.

Mendapat perlakukan seperti ini, Abu Darda’ pun melaporkan kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam perkara yang diperintahkan Salman kepadanya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan,

يا أبا الدرداء، إن لجسدك عليك حقّاً، مثل ما قال لك سلمان

Wahai Aba Darda’, sesungguhnya tubuhmu punya hak, sebagaimana halnya yang dikatakan Salman kepadamu. (HR Bukhari dan Tarmidzi)

Dari kisah di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa jika untuk urusan ibadah sholat dan puasa saja kita tidak boleh berlebihan sampai melupakan keluarga, maka apalagi jika hal tersebut dikarenakan kesibukan pekerjaan kita.

Oleh karena itu, hendaknya kita kembali mengoreksi intensitas hubungan kita dengan keluarga selama ini. Jangan sampai karena kesibukan yang kita lakukan, istri kita tidak mendapatkan haknya. Begitu juga dengan anak-anak kita, apalagi ketika mereka berada pada usia emas.

InsyaAllah dengan kesuksesan dalam membangun keluarga sesuai dengan yang dituntukan Allah ta’ala, rencana sebesar apapun dalam urusan kita akan terasa mudah dan mendapatkan dukungan dari mereka. Aamin.

Trento, 29 Januari 2015
Akhukum Fillah, Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Meraih Sarjana Ilmu Politik (S.IP) dari Ilmu Hubungan Internasional UGM, M.A Political Science, Jamia Millia Islamia, dan M.A International Relations, Annamalai University, India. Menyelesaikan jenjang PhD Political Science dari International Islamic University Malaysia. Belajar agama dari beberapa ustadz ketika sedang studi di Yogyakarta, Malang dan India. Bekerja sebagai Professor di Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Leave a Response