Menggagas Peran Politik IMM

Pendahuluan

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan gerakan mahasiswa muhammadiyah yang berupaya untuk mempersiapkan diri menyambut estafet perjuangan Muhammadiyah. IMM didirikan di Yogyakarta pada tangal 14 Maret 1964 M, bertepatan dengan tanggal 29 Syawwal 1384 H- sekarang berusia 47 tahun.

Sebagaimana kita ketahui, berdirinya IMM sarat dengan sejarah politik, terutama kaitannya dengan HMI. Pada waktu itu, pendirian IMM dianggap sebagai strategi Muhammadiyah untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap kader HMI. Pada waktu itu, HMI terancam dibubarkan oleh rezim Soekarno. Sementara pendirian IMM sudah diberikan restu oleh presiden Soekarno. Meskipun demikian, kelahiran IMM dipersoalkan karena Muhammadiyah mempunyai kesepakatan dengan Maisyumi pada 25 Desember 1949 bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI.

Terlepas dari persoalan kelahiran IMM tersebut, secara internal, IMM mempunyai tugas besar untuk melahirkan kader-kader Muhammadiyah yang memahami dengan baik tentang ideologi, paham, dan cita-cita Muhammadiyah serta profesional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, IMM dipandu oleh beberapa prinsip kerja IMM sesuai dengan penegasan IMM yang disampaikan oleh KH.Ahmad Badawi, antaralain:

a. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam;
b. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuanga IMM ;
c. IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah Negara
d. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amalan adalah ilmiah;
e. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lilLahi Ta’ala dan seenantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.

Sementara secara eksternal IMM menghadapi tantangan besar karena takhayul, kebidha’an dan khurafat merajalela bahkan di kalangan mahasiswa. Selain itu, pengaruh ideologi komunis (PKI), keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik kekuasaan antar golongan dan partai politik menjadi persoalan serius lainnya. Dalam kondisi seperti ini, IMM dituntut untuk mampu bertindak dan bersikap seperti Muhammadiyah yang memahami konsep politik kebangsaan (politik adiluhung/high politic).

Masalahnya, IMM sekarang dinilai sedang mengalami persoalan dalam membentuk profesionalisme kader, termasuk di kampus-kampus PTM. Pertanyaannya, di tengah kondisi tersebut bagaimana implementasi politik adiluhung Muhammadiyah bisa diterapkan oleh IMM?

Persoalan IMM

IMM sebenarnya adalah organisasi yang sangat besar bahkan kuat dibandingkan organisasi lain, baik dari sumber daya finansial, property, maupun jaringan. Terlihat sekarang begitu banyak amal usaha muhammadiyah dan alumni IMM yang siap membantu. Hanya saja potensi ini belum dikelola dengan baik.

Dari segi amal usaha misalnya, pada tahun 2005 saja Muhammadiyah mempunyai lembaga pendidikan dari SD sampai PT dengan rincian: Ibtida’iyah 1.768 buah, Tsanawiyah 534, Aliyah 171, Politiknek 2, Akademi 30, 42 Sekolah Tinggi, dan 26 Universitas. Selain itu Muhammadiyah juga mempunyai 312 usaha bidang kesehatan, seperti rumah sakit dan klinik, 240 panti sosial, 19 Bank Perkreditan Muhammadiyah, 190 buah Baitul Tanwil, 808 koperasi Muhammadiyah, dan 5 buah Badan Usaha Milik Muhammadiyah. Potensi yang luar biasa mampu membuat IMM cukup kuat.

Dari segi jaringan juga demikian, sangat banyak alumni IMM yang sudah menjadi tokoh baik nasional maupun daerah. Mereka tentu siap membantu baik secara materil, moral, maupun pengalaman untuk mensuskseskan kegiatan-kegiatan IMM. Hanya saja realita sekarang menggambarkan bahwa IMM kehilangan arah dan figur. Atau secara sederhana paling tidak ada beberapa persoalan yang dihadapi IMM, yaitu:

a. Pengembangan trikompetensi yang belum maksimal dan proporsional – intelektual, religiusitas dan kemasyarakatan (humanitas)
b. Kurang mampu melahirkan kader yang kompeten dan profesional
c. Gerakan dan pemikiran yang belum membumi,
d. Gerakan kolektif yang belum termanage secara massif – antarkomisariat, cabang,daerah, bahkan alumni.
e. Karakter gerakan yang belum terlihat simpatik

Beberapa persoalan tersebut di atas, tentu menjadikan kesulitan tersendiri bagi IMM dalam memberikan peran di tengah kehidupan de era sekarang. Zaman menuntut peran aktif dan kompetensi menghadapi persaingan. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategi untuk melakukan evaluasi diri.

Implementasi Politik Kebangsaan
Sebagai anak kandung Muhammadiyah, IMM juga merupakan gerakan da’wah di kalangan mahasiswa. Politik juga merupakan gerakan da’wah. Hanya saja Murray Bookchin (1984) membedakan politik menjadi dua yaitu politik kerakyatan dengan politik partai.

Politik kerakyatan lebih dekat dan aman dalam melakukan da’wah. Melalui politik kerakyatan atau politik kebangsaan IMM bisa mempertahankan idealisme organisasi untuk senantiasa berpihak kepada rakyat dan kebenaran, misalnya dengan mengkritisi kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang (tentu saja dengan cara yang santun dan ilmiah, misalnya dengan dengar pendapat dan memberikan solusi persoalan).

Inilah bentuk amar ma’ruf nahi munkar IMM dalam upaya membangun keadilan dan kesejahteraan. IMM perlu melakukan perjuangan moral (high politic) misalnya dengan melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan mengontrol tindakan pemerintah dan masyarakt yang keluar dari nilai kebenaran dan keadilan.

Ada banyak persoalan di negeri ini, seperti kejahatan internasional yang terorganisir (misalnya melalui MNC), korupsi, kejahatan, pencucian uang, perdagangan narkoba, cyber pornografi, perdagangan perempuan dan anak – anak, kerusakan lingkungan hidup, kemiskinan akut, hilangnya kemerdekaan para petani dan buruh, serta berbagai isu lainnya, baik nasional maupun regional dan lokal. Dengan cara inilah IMM menjadi media yang akan melahirkan para negarawan.

Upaya di atas tentu tidak mudah. Organisasi perlu melakukan konsolidasi gerakan, kristalisasi isu bersama, menjalin netwoking, dan mereformasi model perkaderan. Artinya, IMM berpandangan jauh ke depan, tidak hanya memikirkan politik kepartaian yang mementingkan urusan jangka pendek.

IMM perlu belajar keikhlasan dan perjuangan dari pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan. Beliau pernah berujar,

”Hidup di dunia ini hanya sekali untuk bertaruh, bahagiakan atau sengsarakah kelak kita di akhirat. Mereka yang selamat adalah orang-orang yang ikhlas. Sungguh semua manusia mati (perasaannya) kecuali para ulama dan cendikiawan, mereka para ulama dan cendikiawan masih dalam kebingungan kecuali yang beramal dan bekerja, dan orang-orang ini pun tidak beruntung kecuali karena Ikhlas!”.

IMM juga perlu memahami kembali prinsip-prinsip kebijakan organisasi, yang meliputi:

1. Prinsip Tujuan dan pengkadern: program senantiasa sesuai dengan tujuan IMM untuk membentuk akademisi Islam yang berakhlak mulia dengan lahirnya kader-kader yang berkualitas.
2. Prinsip Dakwah: bahwa IMM senantiasa istiqomah dengan da’wah Islam amar ma’ruf nahi mungkar.
3. Prinsip Kebersamaan dan keseimbangan: kegiatan merupakan kesepakatan bersama yang seimbang dalam pengembangan masalah keagamaan, keilmuan dan kemasyarakatan.
4. Prinsip Kemajuan atau Progresifitas: semua kegiatan harus membuat IMM menjadi lebih baik, lebih progresif dan mencerahkan bagi persyarikatan, umat dan bangsa.

Wallahu a’alam, semoga IMM bisa memberikan kontribusi riil kepada masyarakat, agama, bangsa dan negara.

Leave a Response