Dalam heartland theory disebutkan bahwa jika anda ingin menguasai dunia, maka kuasailah Eropa. Namun anda tidak akan pernah menguasai Eropa tanpa menguasai jantung dunia, yaitu Timur Tengah. Dalam hal ini, Eropa merupakan perlambang kemajuan teknologi, sementara timur tengah merupakan penghasil minyak terbesar di dunia. Salah satu poin penting dalam teori ini adalah jika ingin menguasai dunia, maka penguasaan terhadap teknologi merupakan keharusan.
Nyatanya teori ini sangat berpengaruh terhadap cara berfikir bangsa barat. Bahkan sejak masa penjajahan mereka sudah menyadari betul kebenaran teori ini. Mereka yakin bahwa dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kekayaan sumber daya alam di negara-negara lain akan dapat dikuasai. Dengannya mereka akan menguasai dunia.
Dalam sejarah misalnya kita bisa melihat bahwa barat biasa menguasai bangsa-bangsa Asia Afrika dikarenakan kemampuan mereka dalam mengembangkan riset dan teknologi. Dengan riset yang mereka lakukan, mereka mempunyai gambaran ilmiah tentang masa depan pembangunan bangsanya. Selain itu mereka juga mengetahui posisi, potensi dan kondisi negara-negara lain di dunia yang bisa dijadikan sebagai solusi pembangunan bangsanya.
Begitu juga dengan teknologi yang mereka kembangkan, dengan mudahnya barat berhasil menguasai wilayah Asia Afrika. Dalam hal persenjataan misalnya, ketika bangsa Asia Afrika masih menggunakan senjata sederhana seperti pedang, bangsa Eropa telah menggunakan meriam dan senjata api. Ketika bangsa Asia Afrika masih menggunakan kendaraan sederhana dari hewan, bangsa Eropa sudah berlayar dengan kapal yang modern untuk membawa kekayaan alam bangsa terjajah ke negara mereka.
Dengan cara inilah sejarah kelam penjajahan berlangsung, sampai bangsa-bangsa Asia Afrika merebut kemerdekaannya. Akan tetapi sayang, disadari atau tidak “penjajahan” tersebut masuk berlangsung sampai sekarang dengan bentuk yang lebih halus atau sering dikenal dengan neo-kolonialisme. Melalui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki, barat terus “memeras” negara-negara berkembang.
Kekayaan alam negara-negara berkembang terus mereka keruk untuk keuntungan yang maksimal. Selain itu, barat juga menjadikan negara-negara berkembang tadi sebagi pasar. Akhirnya, jadilah bangsa yang katanya sudah merdeka tetap berada dalam kungkungan masalah yang kian hari kian bertambah. Mayoritas –negara-negara berkembang belum mampu melepaskan ketergantungan terhadap negara maju tadi.
Menyadari kondisi ini, beberapa negara di Asia mulai menyadari kelemahan mereka. Jepang, China dan India merupakan sedikit dari negara tersebut. Mereka dengan intesif mengembangkan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi di negaranya masing-masing. Pusat-pusat riset dibangun, jumlah institut-institut teknik ditambah, alokasi pendanaan ditingkatkan, generasi terbaik dilibatkan dan masih banyak upaya lainnya.
Pada akhirnya, keseriusan Negara-negara ini menunjukkan hasilnya. Jepang yang miskin sumber daya alam sudah diakui kemajuannya dalam teknologi, begitu juga dengan China dan India yang muncul sebagai New Emerging Power di dunia. Bahkan negara-negara tersebut mampu meningkatkan posisi tawar dalam berhubungan dengan Negara-negara barat.
Bahkan dengan kemajuan tersebut, Amerika bersikap lebih akomodatif terhadap Jepang dan India, serta menjadikan China sebagai saingan beratnya. Hal ini bisa dimaklumi karena perkembangan riset dan teknologi akan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi suatu bangsa, seperti halnya yang terjadi pada peningkatan GDP Jepang, China dan India.
Melihat kondisi ini, maka sudah saatnya bagi bangsa Indonesia untuk belajar dari Jepang, China dan India. Indonesia bahkan pernah memiliki IPTN yang pada saat masih beroperasi mampu membuat dunia kagum. Sayang program tersebut terhenti di tengah jalan. Padahal jika program tersebut diteruskan, tidak mustahil Indonesia juga sudah menjadi negara maju baru, apalagi pada waktu itu permintaan terhadap pesawat produk Indonesia tergolong tinggi.
Meskipun demikian, tentu tidak ada kata terlambat untuk memulai. Pengalaman masa lalu dan perkembangan dari negara-negara lain yang membangun dengan basis riset dan teknologi yang kuat seharusnya dijadikan pelajaran berharga. Upaya ini membutuhkan political will pemerintah dan dukungan semua pihak. Jika hal ini bisa terwujud, harapan untuk membangun Indonesia lebih baik tentu bukan sekedar mimpi.