Tulisan Bermakna

Menulis bebas terkadang meninggalkan makna mendalam. Tanpa disangka dan direncanakan sekian banyak ide mengalir dan tersusun rapi. Sulit dipercaya.

Nyatanya demikian potensi manusia. Siapa pun dapat melakukannya. Masalah yang selama ini muncul karena latihan yang minim. Banyak terjadi pemborosan kata.

Alur yang dibangun juga tidak cukup menarik. Menulis lebih karena emosi dan tidak mempunyai tujuan. Atau ada juga yang malah masih kebingungan harus menyampaikan apa.

Berbahaya ketika penggalan – penggalan paragraf orang lain yang dipindahkan. Plagiat sering orang menyebutnya.

Menulis sudah kehilangan makna dengan cara yang tidak murni. Menulis tidak lebih dari ekspresi diri. Meliputi jiwa dan pikiran.

Seorang penulis akan bebas dan lapang dari beban tersembunyi. Bahasa mengalir, tumpah bersama kepuasan yang muncul.

Mereka yang menulis tetapi kehilangan ekspresi tidak merasakan kenikmatan. Pikiran mereka justru menjadi mumet.

Waktu yang dibutuhkan untuk merangkaikan ide terpisah lebih sulit dan hasil yang diperoleh pun juga tidak maksimal.

Orang – orang yang membaca akan kebingungan. Disinilah keterampilan seorang penulis diperlukan.

Penulis yang menyampaikan persoalan dengan rasa akan diterima oleh jiwa pembaca. Logika akan diterima dengan pikiran. Ketiadaan landasan hanya menunjukkan kebodohan.

Penulis yang menghambur kata tetapi tidak mempunyai pesan berarti yang disampaikan. Tidak ada simpati dan ikatan emosi antara penulis dan pembaca. Dalam keadaan ini sebuah tulisan dianggap gagal.

Hal ini pula yang menjadi alasan mengapa seorang penulis juga harus merupakan pembaca yang baik. Tidak hanya yang berupa tulisan, tetapi juga pembacaan terhadap berbagai kejadian sekitar.

Ia berwawasan luas dan dapat memahami posisi pemikiran dan perasaan masyarakat. Penilaian juga tidak subjektif.

Seorang yang banyak membaca karya orang lain akan dapat mengukur kemampuan dirinya. Terasa bagaimana membaca tulisan sendiri disamping tulisan orang lain. Adakah sudah cukup berkualitas dengan ide – ide baru.

Ia mempunyai referensi yang banyak. Penilaian masalah dari berbagai sudut pandang dapat dilakukan. Kebijaksanaan lebih kelihatan.

Seorang yang juga dekat emosinya dengan masyarakat, sering bergaul dengan mereka dan paham berbagai persoalan yang terjadi beserta pandangan masyarakat dalam memberikan tanggapan, tidak akan melakukan hal gegabah.

Ia tahu bahasa apa yang pantas digunakan. Ada dorongan emosi yang diberikan, tetapi beberapa kata belum waktunya diuraikan. Penulis ini akan jauh dari pikiran menerawang.

Tanpa integrasi kedua proses pembacaan, tulisan juga tidak cukup memuaskan. Teori menguatkan realita. Referesi tertulis membaca fenomena masyarakat. Disanalah kesempurnaan muncul.

Penulis yang berpengalaman paham betul persoalan ini. Ia dapat merangkai kata dengan lancar. Tulisan utuh yang menghilangkan dahaga dan kepenatan. Solusi terhadap berbagai persoalan dimunculkan.

Tulisan tidak hanya teriakan kosong. Siapa yang menginginkan perlu melalui latihan serius. Adakah kita???

Bandung, 9 Juli 2005

Leave a Response