Hukum Menetap di Negara Non Muslim

Seorang syaikh pernah ditanya tentang bagaimana hukumnya pindah dan menetap di negara non muslim, maka beliau mengatakan bahwa tidak boleh pindah dari negara muslim ke negara non muslim bagi mereka yang tidak bisa mempertahankan syiar agamanya.

Hal ini juga tidak aman baginya dari berbagai fitnah yang mungkin terjadi. Apalagi budaya yang berkembang di tengah mereka sangat berbeda dengan budaya kaum muslimin.

Pada akhirnya, keberadaannya di negara non muslim tadi tidak jarang bisa membuatnya berjalan menuju kekafiran. Allah ta’ala berfirman,

ولن يجعل الله للكافرين على المؤمنين سبيلاً

Dan tidaklah Allah menjadikan bagi orang-orang kafir atas orang-orang beriman itu suatu jalan (Q.S.Annisa:141)

Karena sungguh tinggal dan berkumpul bersama orang-orang kafir akan membuat akidah seorang muslim yang lemah semakin berkurang dan hilang. Bahkan tidak jarang padanya muncul kesenangan dan kecintaan terhadap budaya orang-orang kafir, yang menurutnya menakjubkan. Apalagi setiap hari ia akan melihat gemerlap dunia yang diperjuangkan oleh orang-orang kafir.

Padahal rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من رأى منكم منكراً فليغيره بيده ، فإن لم يستطع فبلسانه ، فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان

Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman (HR.Muslim dan Ahmad)

Seorang yang tidak mempunyai keimanan yang kuat, ketika berkumpul dengan orang-orang kafir kafir, terkadang jangankan berdakwah, malah hatinya ikut cenderung suka dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir tadi. Ia pun akhirnya tenggelam bersama syahwatnya.

Agamanya pun menjadi semakin lemah. Termasuk dalam perkara pendidikan anak dan keluarga, ia tidak lagi melarang anak dan keluarganya melakukan kebiasaan-kebiasaan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang kafir.

Pergaulan bebas menjadi hal biasa. Kumpul bersama sebelum pernikahan bukan persoalan. Bahkan ketika sudah menikah pun mereka masih membuka status “open relationship”. Seorang istri masih bisa membuka hubungan dengan lelaki lain, demikian juga dengan suami. Akhirnya kertas nikah bagi mereka tidak lebih sekedar urusan pembagian kekayaan yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan urusan cinta dan komitmen.

Mereka tidak percaya lagi dengan Allah. Bagi mereka kehidupan tidak lebih dari apa yang ada di muka bumi ini. Syahwatlah yang akhirnya mereka puja dan perjuangkan dan setiap hari yang mereka lalui.

Maka benarlah Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam yang melarang setiap muslim untuk tinggal dan menetap bersama mereka. Terhadap mereka orang-orang yang nyaman bersama dan menetap dengan orang-orang kafir ini Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أنا بريء من كل مسلم يقيم بين أظهر المشركين

Saya berlepas diri dari setiap muslim yang menetap di tengah-tengah orang musyrik (HR. Tarmidzi)

Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya banyak bersyukur atas nikmat keimanan yang diberikan Allah ta’ala kepada kita. Atas nikmat menetap bersama di tengah-tengah kaum muslimin.

Dengan nikmat ini, insyaAllah kita bisa mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Apa yang menjadi bekal kita setelah kematian jika tidak mempersiapkannya sejak sekarang.

Sementara Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاثة: صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له

Jika mati anak cucuk adam, maka terputus amalannya kecuali karena tiga perkaran, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang selalu mendoakannya. (HR. Muslim).

Adapun dalam perkara dunia ini, maka kita jangan sampai menjual agama kita hanya karena menginginkannya. Hendaknya kita betul-betul menyimak hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam,

انظروا إلى من هو أسفل منكم ، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم

Lihatlah mereka yang berada di bawahmu dan jangan lihat mereka yang ada di atasmu.

Jika kita melihat mungkin pada satu sisi banyak kemajuan yang didapatkan oleh orang-orang kafir, maka jangan lupa bahwa peradaban dan moralitas yang mereka bangun sangat rapuh. Karena itu, kita seharusnya berusaha untuk menandingi mereka dalam perkara akhirat kita.

Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan bimbingan kepada kita agar selalu istiqomah dalam ketaatan kepada-Nya. Aamin.

Trento, 8 Februari 2015

Akhukum Fillah, Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Meraih Sarjana Ilmu Politik (S.IP) dari Ilmu Hubungan Internasional UGM, M.A Political Science, Jamia Millia Islamia, dan M.A International Relations, Annamalai University, India. Menyelesaikan jenjang PhD Political Science dari International Islamic University Malaysia. Belajar agama dari beberapa ustadz ketika sedang studi di Yogyakarta, Malang dan India. Bekerja sebagai Professor di Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Leave a Response