Kembali ke Jalan Yang Benar

Kebaikan perlu dipaksakan. Diri harus senantiasa dalam keadaan benar. Tantangan biasanya datang dengan godaan berat. Tetapi diri tidak pernah boleh menyerah sampai mati sekali pun. Kebenaran harus tetap diperjuangkan.

Harta, tahta dan wanita tidak pernah boleh menjatuhkan. Kecintaan  kepada Allah tetap yang utama. Sungguh kehidupan ini sangat sementara. Hanya seperti mimpi.

Sudah sangat jelas, meskipun sulit menceritakan, mereka yang dapat  merenungi setiap perjalanan hidupnya. Memikirkan setiap kejadian yang telah berlalu dan akan datang, cukup menjadi pelajaran. Mereka yang tidak berdiri di garis yang benar akan mengalami kerugian.

Amat bodoh manusia yang senantiasa membiarkan dirinya tenggelam dalam kesesatan dan kemaksiatan. Semua semu. Berlalu dan tidak berasa. Kenikmatan apa pun yang dulu seakan membuat diri sebagai penguasa satu – satunya di alam ini tidak pernah abadi.

Manusia yang tidak memahami dengan baik hal ini senantiasa membiarkan diri dalam kesesatan. Ia tidak pernah merasakan ketenangan. Jiwanya telah dibeli kegelisahan. Keinginan mengulangi kesalahan yang menjanjikan kenikmatan semu.

Padahal kekuatan kebahagiaan kebenaran itu ada pada kesabaran. Siapa yang bertahan, justru kesengsaraan bagi pandangan banyak orang,  adalah keindahan yang tidak tergambarkan. Belum lagi masalah keyakinan tentang  kehidupan abadi. Tidak ada yang lebih berharga.

Seorang yang benar keimanannya, akan bertahan. Terus belajar dan memberikan yang terbaik. Tidak sedikit pun terbetik keberanian melakukan kemaksiatan. Bukti kesyukuran. Bagaimana agung dan indahnya. Penguasa alam yang penuh cinta.

Jalan ini memang berat. Sahabat Umar bin Khattab menyebutnya  sebagai jalan yang asing. Sepi. Dan kehidupan berlalu begitu cepat seperti sore menuju malam. Berlalu bagai musafir yang mampir. Sebentar saja. Tetapi beratnya seperti rasa panas memegang bara api. Tetapi tidak boleh dilepas. Agama adalah api itu.

Jika api dilepas, berarti alamat kehancuran datang. Meski tidak panas, tetapi tidak mendapatkan kekuatan ketika diperlukan. Gangguan dan jalan gelap tidak mendapatkan penerangan. Tetapi jika dipegang, tangan bisa terbakar.

Demikian, keinginan menikmati kehidupan dunia begitu besar. Apalagi lingkungan tidak disertai kontrol nilai yang kuat. Perebutan kekuasaan, kekayaan orang lain yang berlimpah, dan dimana – mana wanita yang tidak terjaga auratnya. Banyak orang tergoda. Sementara keyakinan tentang kehidupan abadi yang abstrak tidak jarang sulit dipahami. Tahu tetapi tidak yakin. Sebatas ungkapan dimulut.

Posisi kebenaran tidak jarang disalahartikan. Banyak orang mengaku sebagai penyampai kebenaran, tetapi sebenarnya pecundang. Bicara kebenaran tanpa ilmu tidak sulit ditemukan. Bahkan dilombakan.

Kebenaran hanya dimaknai sebatas penampilan. Logika dan kemampuan membuat manusia histeris dengan kata – kata “penuh rasa”. Dalih hati nurani tetapi kosong ilmu. Menyedihkan.

Saatnya manusia membangun komitmen yang kuat untuk bertahan digaris kebenaran. Resiko apapun yang akan terjadi. Ilmu, berasal dari sumber yang bening, dan keikhlasan sebagai kekuatan. Kita rindu!!!

(Yogyakarta, 19 Juli 2005).

Leave a Response