Menumbuhkan Empati Sosial

Di India, saya menemukan begitu banyak orang yang kaya, mobil-mobil bagus dan rumah-rumah indah bertingkat mewah. Namun, sebanyak itu saya melihat orang kaya, jumlah orang fakir dan miskin yang saya temui bahkan jumlahnya jauh lebih banyak lagi.

Bahkan tidak jarang kondisi mereka begitu memperihatinkan. Ada yang badannya begitu kurus kering. Ada yang tidak punya kaki dan tangan lagi. Ada yang berjalannya hanya bisa berguling-guling saja. Ada yang matanya buta, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Setiap hari saya bertemu dengan mereka. Pada awalnya saya selalu memberikan sedikit dari uang yang saya miliki, tetapi kemudian karena jumlah mereka yang semakin banyak, saya pun “kewalahan”. Jumlah mereka terlalu banyak.

Saya pun takut, jangan sampai hati ini menjadi tertutup dan tidak empati dengan keadaan orang-orang yang fakir dan miskin. Padahal rasulullah sudah bersabda,

أنفق يا ابن آدم أُنفق عليك

Berinfaklah wahai anak adam, maka aku akan berinfak kepadamu.

Lebih-lebih lagi jika kita berbuat baik kepada mereka yang merupakan anak yatim. Allah berfirman,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاَحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ

Dan mereka bertanya tentang anak yatim, katakanlah, berbuat baiklah kepada mereka

Rasulullah juga bersabda,

أنا وكافل اليتيم في الجنة كهاتين

Saya dan pengasuh anak yatim di sorga seperti dua jari ini (rasul kemudian member syarat dengan jari telunjuk dan tengahnya)

Maka teringatlah saya dengan perjalanan hidup ini dan beberapa pengalaman tentang masalah kemiskinan. Saya banyak mendapati kasus yang semakin membuka pintu hati.

Pernah beberapa mahasiswa bercerita tentang kondisi mereka kepada saya. Saya kaget karena ternyata ada mahasiswa saya yang hanya dikirim oleh orang tuanya sebesar 300-500 ribu untuk tiga bulan. Dan yang mengejutkan saya uang itu ternyata cukup.

Lebih mengharukan lagi, ketika makan ia hanya membeli sekali saja dalam sehari. Nasi tersebut ia bagi dua, setengah ia makan, kemudian setengahnya lagi ia sisihkan untuk sore.

Subhanallah, kondisi yang sulit tersebut, ternyata tidak membuat ia berkeluh kesah dengan Allah. Sangat terlihat dari jiwanya yang penuh dengan ketenangan. Ia senantiasa menjaga puasa daud. Baginya, perut yang kosong justru membuat hati lebih bisa khusu’ dalam ibadah. Juga lebih tajam dalam merasakan firasat. Ketenangan sudah menjadi kepastian.

Sebagai sesama saudara, tentu siapa saja yang sudah mempunyai sedikit kecukupan untuk merelakan dirinya bisa berbagi dengan mereka. Mungkin mereka tidak meminta, tetapi kondisi ini seharusnya kita jadikan untuk menumbuhkan rasa kasih sayang dengan sesama.

Semoga Allah memudahkan kita untuk benar-benar memahami dan mengamalkan hadits rasul,

من لا يرحم لا يُرحم

Siapa yang tidak penyayang, maka tidak akan disayang.

Dalam hadits yang lain,

الراحمون يرحمهم الرحمن، ارحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء

Mereka yang penyayang akan disayangkan sang Rahman, sayangilah siapa yang dibumi, maka akan disayangi oleh yang dilangit.

Dan sungguh begitu banyak orang-orang di sekitar kita yang memerlukan pertolongan.

Ya Allah, jadikanlah hati-hati ini hati yang lembut yang mampu merasakan belaian-Mu, yang penuh kasih sayang dengan sesama dan bisa khusu’ dalam ibadah kepada-Mu.

Leave a Response