Pendidikan dan Makna Hidup

Banyak kejadian tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Demikian hidup berjalan. Hanya manusia saja yang mempersulit diri. Mereka sering merasa takut dengan masa depan.

Padahal tidak satu pun yang dapat ditolak dari apa yang akan terjadi. Hanya usaha terbaik untuk  dilakukan.

Keadaan ini hendaknya menuntut setiap orang sadar kelemahan diri. Tidak merasa sebagai orang yang paling hebat dan berkuasa. Kehidupan berputar bagai roda.

Yang kaya suatu saat dapat jatuh miskin, begitu sebaliknya. Demikian dengan masalah – masalah lain. Upaya terbaik dan kepasrahan adalah pilihan. Pasti semua penuh makna.

Hanya saja bukan hal mudah dapat mengendalikan emosi mencapai kematangan ini. Banyak tantangan. Pikiran yang lemah dan informasi yang salah menyulitkan hidup.

Tidak mungkin manusia lepas dari pengaruh pikiran. Segala aktifitas hidupnya bahkan karakter terwarnai. Sistem pembentukan karakter selama ini tidak cukup baik.

Manusia dalam hidup ini hanya mencari kebahagiaan, baik di dunia maupun kehidupan di selanjutnya. Penuh ujian. Tergantung cara penyikapan masing – masing orang.

Semua bagian hidup dapat menjadi kesulitan atau pun kesenangan. Kekuatan pendidikan menentukan. Pikiran positif yang terbangun menjadi kebaikan. Sementara usaha tidak dapat ditinggalkan.

Mereka yang benar pemahamannya tentang hidup akan senantiasa merasa bahagia. Tidak hanya karena kesuksesan setiap cita – cita, juga kenikmatan menjalani proses. Kebahagiaan tidak untuk ditunda. Dalam keadaan  apapun dapat terjadi.

Justru harapan yang panjang melahirkan kegelisahan. Usaha pun tidak dapat dilakukan maksimal. Dua kerugian sekaligus, kegelisahan dan terbukanya peluang kegagalan. Kesenangan senantiasa terlihat berpihak kepada orang lain, sebanyak apapun kenikmatan yang ia terima.

Sayang memang dunia pendidikan di sekitar kita sekarang ini tidak utuh. Manusia hanya dikembangkan dalam hal intelektual. Itu pun bermasalah, karena nilai kepahaman yang kurang.

Plagiat merajalela dan kreatifitas terhenti. Mungkin  karena dibiasakan menghapal. Sangat jarang  menganalisis masalah dengan teori yang diajarkan.

Dalam hal mental spiritual sungguh terbelakang. Pendidikan tidak menjadi karakter dalam hal kesungguhan dan kerja keras, atau pun nilai kebaikan lainnya.

Kepekaan sosial hilang. Ia merasa dapat hidup sendiri. Bahkan sampai tidak memerlukan Tuhan. Pendidikan telah melupakan persoalan abstrak. Arah pergerakan materi lebih nampak.

Tentu bukan makna pendidikan yang salah. Tetapi sistem aplikasi yang dibangun. Pendidikan menjadi  kabur dengan berbagai alasan. Keikhlasan sulit ditemukan.

Kehidupan nyata penuh persaingan. Guru pun butuh makan menjadi alasan. Persoalan panjang. Mungkin tak berujung. Selalu berputar.

Selama keadaan ini terjadi, sulit menemukan manusia utuh. Termasuk dalam keluarga dan lingkungan. Ketakutan terhadap masa depan, penolakan takdir. Kehancuran segera datang. Tiada harapan untuk bangkit.

Sulit mereka percaya dengan jaminan rezeki. Rasionalitas yang kehilangan jiwa. Bentuk kebodohan sesungguhnya. Yang penting persaingan.

Demikian takdir dan kehidupan dimaknai. Siapa yang kuat akan menang. Tawa kaum kaya adalah jerit tangis masyarakat lemah. Dunia kehilangan nurani!!!(Yogyakarta, 20 Juli 2005)

Leave a Response