Taubat Yang Lemah

Manusia sering jatuh dari satu kemaksiatan kepada kemaksiatan berikutnya. Satu ketika ia begitu menyesal dengan apa yang dilakukan. Hati terasa begitu jernih. Tetapi kemudian ia berubah, seakan tidak pernah ada taubat sebelumnya. Ia jatuh pada lingkungan yang tidak mendukung untuk bertahan.

Selama ini ia begitu geram dan marah melihat orang bermaksiat karena lingkungannya yang aman dan mendukung. Tiba saat ketika diuji dengan lingkungan yang memberikan peluang, imanpun goyang.

Maka, hendaknya mencari lingkungan yang baik untuk mempertahankan komitmen diri. Ia tidak boleh sekali pun jatuh. Kekuataan ada pada kehati-hatian.

Kalaupun sudah terjadi, maka hendaknya tidak pernah ada kata putus asa. Hanya saja, yang perlu adalah komitmen yang sesungguhnya. Tidak satu katapun yang keluar dari lisan, melainkan yang berasal dari kebersihan hati. Kita bisa tahu apakah sedang dekat atau jauh dari Allah.

Mereka yang jauh dari Allah, maka alangkah berat hidup yang dijalani. Jika pernah merasakan manisnya iman, maka akan terasa kerinduan di hati.

Hanya saja, jika kemaksiatan terus dan berulang ia lakukan, sinyal yang ditangkap hati pun begitu lemah. Kata-kata Allah yang terucap tidak akan membuat hati tergetar. Seakan sama dengan kata-kata lainnya.

Duh, alangkah kasihan mereka. Orang yang sudah pernah punya komitmen untuk memperbaiki diri kemudian jatuh pada keadaan yang tidak semestinya. Mungkin keberuntungan masih ada karena Allah menutup aib mereka.

Namun, jika Allah sudah murka, alangkah celaka, kesalahan yang dilakukan oleh orang baik, akan lebih membekas di tengah masyarakat. Ia akan diberikan gelaran tertentu yang tidak baik. Terkadang, hal ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menghina agama. Mereka akan sering mengatakan, “bukankah agama hanya dijadikan sebatas symbol saja”

Wahai jiwa, apakah tidak ada lagi ketakutan di hatimu. Jalanilah hidup ini dengan sepenuh keikhlasan. Jangan pernah sedetik pun engkau lengah karena setan adalah musuh yang nyata. Nafsumu adalah sasaran empuk yang akan digunakannya sebagai alat.

Ingatlah, apa yang dirasakan oleh orang bermaksiat tidak seberapa dibandingkan dengan kebahagiaan ketika dirimu istiqomah di jalan kebenaran. Engkau menjaga amalan-amalan sunah.

Pada saat itu akan terasa bagaimana manisnya iman. Mohon dengan segala kerendahan hati kepada Allah agar engkau senantiasa dikuatkan untuk istiqomah. Terhindar dari sekecil apapun kemaksiatan.

Jikapun hatimu terasa mati, maka mintalah untuk diberikan hati yang lain. Sungguh, amat kasihan mereka yang senantiasa dalam kemaksiatan. Mereka berjalan bagai tanpa arah. Apa yang dirasakan hanya sekejap tanpa bisa merasakan keindahan. Padahal penyesalan berkepanjangan menanti.

Untuk kepentingan da’wah ia juga tidak bisa melakukan banyak hal. Jika orang lain tahu tentu tidak akan dihiraukan. Kalau pun orang tidak mengetahui, maka apakah mungkin nasihat dari seorang yang hatinya masih kotor mampu mengajak orang lain membersihkan hatinya. Getaran hati dari yang menerima tentu akan berbeda.

Maka, segeralah engkau menyesali apa yang terjadi. Jangan pernah mengulangi. Kita tidak pernah tahu kapan hidup ini akan berakhir. Hendaknya diri senantiasa disibukkan oleh kebaikan-kebaikan, yang tidak sedikit pun memberikan kesempatan untuk melakukan kemaksiatan.

Percayalah, tidak seorang pun yang melakukan kemaksiatan mampu merasakan ketenangan dalam hidupnya.

Bismillah, kita semua harus punya komitmen untuk berubah. Menjadikan diri semakin lebih baik, dan berusaha menjalani hidup dengan melakukan yang terbaik. Dunia merindukanmu wahai orang-orang sholeh. (Malang, 7 Agustus 2008)

Leave a Response