Tawakal Kepada Allah

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wassalatu wassalamu ‘ala nabiyina Muhammad, wa’ala alihi wa-ashobihi ajma’in.

Kita sering mendengar orang mengucapkan “tawakal saja pada Allah!”. Tetapi apakah kita sudah tahu makna tawakal tersebut. Oleh karena itu kami menyadur tulisan syaikh Sholeh al Fauzan berkenaan dengan masalah ini.

Dalam tulisannya, beliau mengatakan bahwa hendaknya setiap kita bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sesungguhnya. Dalam hal ini tawakkal berasal dari kata Al-i’timaad yang berarti bersandar. Maksudnya, seorang hamba benar-benar bersandar dan menyerahkan segala urusannya baik masalah agama maupun dunia kepada Allah dengan melakukan usaha semaksimal mungkin sebagai jalan tercapainya sesuatu. Jadi dalam hal ini ada niat, penyerahan diri secara total dan amal.

Dalam hal niat, seorang hamba harus tahu bahwa semua urusan hakikatnya dalam kekuasaan Allah. Jika Allah menghendaki sesuatu maka ia akan terjadi, tetapi jika Allah tidak menghendaki, maka ia pun tidak akan terlaksana. Jika memang rezeki kita, maka tentu tidak akan tertukar dengan orang lain. Jika memang jodoh, tentu Allah akan pertemukan kita, sebaliknya jika bukan jodoh mesti ada yang akan memisahkan. Artinya tidak ada pilihan kecuali mengikuti syariat yang sudah diturunkan oleh Allah.

Setelah adanya pemahaman ini, maka seorang hamba harus menyerahkan keyakinan dan urusannya hanya kepada Allah dan berperasangka baik terhadap apapun yang akan terjadi. Setelah semua yakin, hendaklah ia melakukan amal yang menjadi jalan terwujudnya sesuatu tadi.

Syaikh Sholeh al Fauzan juga menyebutkan bahwa ada dua jenis tawakal,

a.       Tawakal seorang hamba berkenaan dengan urusan rizki, kesehatan dan sejenisnya.

Tawakal jenis ini tidak langsung berhubungan dengan masalah ibadah, tetapi tidak tercelah melakukannya selama semuanya diniatkan untuk kebaikan agamanya.

b.      Tawakal dalam urusan keridhoan Allah atau ibadah.

Tawakal jenis ini langsung berhubungan dengan ibadah kepada Allah yaitu dengan melakukan apapun yang Allah kehendaki sebagai bentuk ketaatan seorang hamba. Inilah makna ayat,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan

Meskipun demikian, ternyata ada pula orang-orang yang bertawakal selain kepada Allah. Tawakal kepada selain Allah mempunya beberapa jenis antaralain:

a.          Bertawakal kepada selain Allah yang tidak bisa memberikan manfaat atau pun mudhorat bagi suatu urusan. Maka jenis ini termasuk syirik akbar karena sesungguhnya tawakal kepada Allah merupakan kesempurnaan iman. Allah telah memerintahkan kita dengan ayat,

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Kepada Allah-lah bertawakal jika kamu orang yang beriman.

Nabi Musa juga pernah berkata kepada kaumnya,

وَقَالَ مُوسَى يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ

Berkata Musa, wahai kaumku, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada Allah, jika kamu benar-benar orang muslim (Q.S.Yunus:84)

Dalam ayat yang lain,

فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ

Maka sembahlah Allah dan bertawakallah kepada-Nya.

Allah juga berfirman dalam surat Al-Anfal:3,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang jika disebut nama Allah maka bergetar hati-hati mereka, dan jika disampaikan kepada mereka ayat-ayat Allah maka bertambah imannya. Dan kepada Rabb-nya mereka bertawakal.

b.         Bertawakal kepada raja, pejabat, pemimpin mereka dalam hal rezeki, menghindari kejelekan dan sejenisnya yang sebenarnya sudah Allah tentukan. Maka hal ini termasuk syirik kecil dikarenakan adanya keyakinan terhadap pertolongan manusia dalam hatinya dan mencoba untuk menyandarkan diri pada mereka. Sebenarnya dibolehkan meminta bantuan kepada manusia untuk menghindari suatu kejelekan, sebatas hubungan kemanusiaan. Tetapi banyak manusia yang malah menyandarkan dirinya terhadap bantuan tadi dan mengurangi rasa tawakalnya kepada Allah.

c.          Bertawakal terhadap hal yang menjadi penyebab terjadinya sesuatu tetapi tetap dengan menggantungkan diri kepada Allah, maka ini dibolehkan jika yang  lebih ia utamakan sebagai sandaran adalah tawakal kepada Allah. Dalam hatinya begitu yakin dengan ayat Allah,

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا

Dan kepada Allah hendaklah engkau bertawakal.

Saking pentingnya tawakal ini, maka ibnul Qayyim Al-jauziyah berkata,

فجعل التوكل على الله شرطاً في الإيمان فدل على انتفاء الإيمان عند انتفائه فمن لا توكل له لا إيمان له

Dijadikan tawakal kepada Allah sebagai syarat keimanan. Menunjukkan rendahnya iman mereka yang rendah tawakalnya. Siapa yang tidak bertawakal, maka tidak ada iman padanya.

InsyaAllah dengan sikap tawakal yang kita miliki, maka Allah akan mencukupkan semua kebutuhan kita sebagaimana firman-Nya,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Barang siapa yang tawakal kepada Allah, maka Ia akan mencukupkannya (dari semua kebutuhan). Q.S.Atholaq:3.

Maknanya bahwa paling tidak Allah akan memudahkan berbagai urusan yang sedang dihadapinya. Dan tidaklah seorang pun mendapatkan jaminan seperti ini kecuali karena tawakalnya kepada Allah. Bahkan tidak hanya itu, Allah pun akan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang dicintai-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal (Q.S.Al-Imran:159)

 

Semoga kita semua termasuk hamba yang benar-benar bertawakal kepada Allah.

Delhi, 1 April 2011

Leave a Response