Muhasabah Diri

Di akhir tahun 2014 ini kami banyak menemukan di antara sebagian muslim yang membuat proyeksi mereka di tahun 2015. Ada yang ingin menikah, ada yang membuat target bisnis berjalan lancar, rencana studi, akan mendaki gunung semeru, dan lain sebagainya.

Hanya saja sangat disayangkan masih sedikit yang membuat proyeksi untuk semakin meningkatkan kualitas keislaman dan keimanannya, misalnya dengan membuat target untuk menghafal beberapa juz dari alquran, untuk bisa berbahasa arab, untuk memberbanyak amalan sunnah, dll.

Padahal dalam Islam, urusan inilah yang jauh lebih bermanfaat dan akan mendatangkan bagi kebaikan bagi dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan perhatikan apa yang akan engkau lakukan untuk esok hari. Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang engkau lakukan. (Q.S: Al Hasyr:18)

Selain itu, yang juga berbeda dengan Islam adalah dimana proyeksi tadi dibuat hanya dalam tahunan, sementara Islam mengajarkan supaya proyeksi yang dilakukan melalui proses muhasabah diri dilakukan setiap saat. Bukan hanya tahunan, tetapi bulanan, juga mingguan, atau harian, bahkan dalam setiap hitungan nafas.

Seorang muslim akan sangat ketat dalam melakukan penghisaban terhadap dirinya sebagaimana seorang pemimpin dholim yang tidak ingin ada sedikit pun kesalahan dilakukan oleh rakyatnya, atau seperti seorang pasangan pencemburu yang tidak ingin ada gerak kekasihnya ada yang mencurigakan.

Maimun Ibnu Mahrun mengatakan,

إن التقي أشد محاسبة لنفسه من سلطان عاص، ومن شريك شحيح

Sesungguhnya orang yang bertakwa lebih keras dalam melakukan muhasabah terhadap dirinya daripada raja yang dholim dan pasangan yang pencemburu.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

الكيس من دان نفسه، وعمل لما بعد الموت، والعاجز من أتبع نفسه هواها، وتمنى على الله

Orang yang berakal adalah yang mau mengoreksi dirinya dan beramal untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian. Adapun orang rendah adalah siapa yang mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah. (diriwayatkan oleh Baikahi, Tarmidzi dan Ibnu Majah).

Orang-orang yang beriman akan mengikuti nasehat Umar bin Khattab ketika beliau berkata,

حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا ، وزنوا أنفسكم قبل أن توزنوا ، وتأهبوا للعرض الأكبر على من لا تخفى عليه أعمالكم

Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbangkan diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan persiaplah untuk peradilan yang besar dimana tidak ada yang tersembunyi dari amalan kalian dihadapan Allah ta’ala.

Hal ini bersesuaian dengan firman Allah ta’ala,

يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

Pada hari engkau dihadapkan (pada Rabbmu), tidak ada satu pun dari amalanmu yang tersembunyi. (Q.S. Al Haqqoh:18)

Hasan Al Bashri mengatakan,

المؤمن قوام على نفسه، يحاسب نفسه لله، وإنما خف الحساب يوم القيامة على قوم حاسبوا أنفسهم في الدنيا، وإنما شق الحساب يوم القيامة على قوم أخذوا هذا الأمر من غير محاسبة

Seorang mukmin adalah pemimpin bagi dirinya, ia menghisab dirinya karena Allah. Sungguh, ringannya hisab pada hari kiamat bagi mereka yang menghisab dirinya ketika di dunia. Dan beratnya hisab pada hari kiamat bagi mereka yang mengambil urusan ini tanpa terlebih dahulu menghisabnya.

Maka dari sini terlihat bahwa muhasabah terhadap diri kita merupakan suatu perkara yang sangat penting dan bermanfaat bagi siapapun yang melakukan, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.

Seorang mukmin, sebelum melakukan sesuatu ia akan bertanya pada dirinya, apa perlunya aku melakukan hal ini?, akankah ini bermanfaat dan semakin mendekatkan diri kepada Allah atau tidak?. Mereka meletakkan setiap amalannya di belakang hatinya.

Jika pun terjatuh kepada kesalahan, maka ia pun segera menyesal dan bertaubat kepada Allah ta’ala,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُون

Dan mereka adalah orang-orang yang ketika jatuh kepada perbuatan fahsyah atau mendholimi dirinya, langsung ingin kepada Allah dan memohon ampun atas dosa mereka. Dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Allah. Dan mereka tidak meneruskan apa yang telah mereka lakukan sementara mereka mengetahui. (Q.S Al Imran:135)

Bahkan dalam perkara mubah pun mereka tetap berhati-hati dan meninggalkannya karena tidak ingin satu detik pun berlalu tanpa manfaat. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara tantang kebaikan seorang muslim, ia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya. (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976)

Maka kita mohon kepada Allah semoga kita termasuk di antara hambanya yang senantiasa melakukan muhasabah terhadap diri kita. Bukan hanya tahunan, tapi pada setiap amal yang kita lakukan. Dengan cara ini, semoga kita termasuk di antara hamba-hamba yang diridhoi oleh Allah ta’ala. Aamin.

Malang, 28 Desember 2014

Akhukum Fillah, Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Meraih Sarjana Ilmu Politik (S.IP) dari Ilmu Hubungan Internasional UGM, M.A Political Science, Jamia Millia Islamia, dan M.A International Relations, Annamalai University, India. Menyelesaikan jenjang PhD Political Science dari International Islamic University Malaysia. Belajar agama dari beberapa ustadz ketika sedang studi di Yogyakarta, Malang dan India. Bekerja sebagai Professor di Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Leave a Response