Suara Hati

Mereka yang mendengarkan suara hati, tidak rela sedikit pun melakukan kerusakkan dan kemaksiatan dalam hidup ini. Ia akan berontak dan tidak pernah dapat menerima.

Hati adalah lambang kebersihan dan kemurnian. Kecuali seseorang telah buta karena banyaknya dosa yang telah dilakukan dan tidak dengan keras berusaha memperbaiki diri.

Kasihan mereka. Jiwa – jiwa yang sebenarnya kesepian meskipun mereka tertawa. Sayangnya pencarian kepada kebenaran tidak selamanya menemukan kebenaran itu sendiri.

Ada banyak orang yang mulanya bermaksud memaknai kehidupan ini dengan kemurnian hati tetapi kemudian berakhir derita.

Tantangan dalam sebuah pencarian dengan sejumlah godaan adalah kemestian. Inilah cara untuk membuktikan kesungguhan seseorang dalam melakukan apa yang menjadi keinginannya.

Mereka yang tidak kuat akan sangat mudah mengalami kegagalan dan memenjarakan diri dalam sekian godaan yang tidak seharusnya terjadi.

Maka, alangkah indah kehidupan ini ketika gerakan mendengarkan suara hati menjadi budaya semua orang. Setiap akan melakukan sesuatu maka ia bertanya kepada hatinya adakah ini akan membawa kemanfaatan atau tidak.

Begitu tajam. Apa yang menjadi tingkah keseharian dengan cepat mendapat respon dari hati.

Sayangnya tidak semua orang dapat seperti ini. Mereka hanyalah orang-orang yang menghindarkan dirinya dari berbagai bentuk kesombongan. Kehidupan yang dijalani murni hanya untuk mendapatkan keridho’an Allah.

Dimalam hari maka ia akan dengan sangat memohon kepada Allah. Ia bersujud dan senantiasa khawatir dengan  dosa – dosa yang telah dilakukan.

Sementara untuk berbagai kebaikan yang telah ia kerjakan seakan tidak pernah ada. Ia merasa bahwa waktu yang dijalani begitu banyak yang dilewati dengan dosa.

Usaha memperbaiki diri dilakukan dengan sungguh – sungguh. Bahkan dengan hal – hal yang memberikan pujian kepada dirinya, ia sangat tidak suka. Takut kalau saja akan menjerumuskan diri kepada kesombongan dan mengundang kemurkaan Allah.

Namun ia juga bukan orang yang tidak bertanggung jawab karena takut pujian manusia. Justru ia adalah orang yang paling kuat dalam memegang amanah dan menjalani segalanya dengan memberikan yang terbaik.

Tidak ada kemalasan.  Apalagi perasaan rendah. Niat kuat bahwa semua kebaikan yang dilakukan akan mengundang keridhoan Allah membuat semangat diri tidak pernah kendor.

Sekali pun perut mereka tidak pernah terisi penuh. Bukan membuat tenaga lemah tetapi justru semakin kuat.

Pikirannnya pun selalu jernih dan seringkali memberikan masukan berharga bagi orang lain. Tidak ada diantara ucapan yang dikeluarkan dalam bentuk kebohongan.

Penampilan sederhana yang dijalaninya menyejukan mata yang memandang. Jauh dari ambisi dan penuh kerendahan. Tidak ada seorang pun merasa terancam dengan keberadaannya.

Merekalah orang – orang yang dapat mendengarkan suara hatinya. Orang – orang yang hatinya sama sekali tidak terpaut dengan kehidupan dunia. Jauh dari kemaksiatan dan senantiasa berusaha memperbaiki diri.***

Jiwa – jiwa yang penuh dosa tenggelam dalam kemaksiatan. Pertaubatan yang mereka lakukan tidak pernah dengan kesungguhan. Hanya sebatas perkataan. Sama sekali  tidak menyentuh hati.

Menangis pun adalah hal yang sangat jarang dilakukan. Lebih bahaya ketika kemaksiatan tersebut menjadi keindahan yang tidak membimbing diri menemukan hakikat hidup.

Ia merasa seperti orang kebanyakan. Baginya sungguh tidak ada orang yang benar – benar baik. Vonis yang membuat ia semakin menikmati kesalahan.

Hati tidak lagi dapat tersentuh dengan  ancaman dan siksa berat yang dijanjikan. Penyesalan kalau pun ada hanya terjadi ketika beberapa menit setelah melakukan dosa. Kemudian hilang dan menenggelamkan dirinya dalam kesalahan yang sama.

Hanya usaha sungguh – sungguh yang akan dapat merubah keadaan mereka. Pengekangan  diri terhadap berbagai keinginan yang tidak perlu.

Potensi diri dalam hati harus senantiasa digali dan kebiasaan orang – orang yang  melakukan kebaikan harus dipaksakan. Kenikmatan akan indahnya iman insyaAllah dapat dirasakan setelah perjuangan keras.

Hanya dengan cara itulah kemampuan diri untuk mendengarkan suara hati dapat diwujudkan.

Ilmu menjadi syarat penting dalam menjalani setiap langkah kehidupan. Dengarkan hati, hidup terarah dan kebahagiaan kan datang.

Yogyakarta, 8 Juni 2005

Leave a Response