Menjaga Ambisi

Sungguh ketika manusia tidak dapat mengendalikan dirinya dari berbagai keinginan maka kekecewaan demi kekecewaan akan ditemuinya. Ketika popularitas lebih diutamakan. Ketika keinginan untuk menguasai orang lain atau mendapatkan bagian yang lebih. Bagaimana pun ketatnya diri mengatur perasaan, maka mereka yang tidak lagi mendasarkan niat dari apa yang dilakukan dengan landasan keagungan akan menemukan kesulitan demi kesulitan. Ia kehilangan kesabaran diri.

Manusia sangat suka dengan berbagai kesenangan. Namun kesenangan hanyalah sementara. Keabadian ada pada kebahagiaan. Kesucian hati menjadi keharusan bagi setiap yang menginginkannya. Apapun yang dilakukan hendaknya dijauhkan dari berbagai kepentingan kecuali untuk menjadikan diri semakin baik. Dengan cara itu kecintaan agung bisa didapatkan.

Nyatanya sangat sulit mengatur hati. Berbagai kesenangan yang dimiliki oleh orang-orang sekitar kita begitu menggoda. Mereka tertawa dan bercanda dalam gemerlap. Sementara harap – harap cemas dengan perjalanan hidup ini. Sangat takut dengan kesalahan yang telah dilakukan.

Maka jangan pernah sekali – kali merasa lemah. Bahkan semakin kuatlah berpegang dalam kebenaran. Tidak ada kemanfaatan bagi mereka yang berusaha tanpa kesungguhan. Kebenaran pun memerlukan totalitas pemahaman dan kesadaran untuk menjadikan bagian amal nyata kehidupan.

Mereka yang jatuh dalam perjuangan ini pada awalnya dikarenakan sedikitnya ilmu yang dimiliki. Namun tidak sedikit orang – orang yang paham permasalahan tidak kuat karena lemahnya semangat hati. Ilmu tidak sampai meresap dan menjadi karakter yang dapat mengontrol setiap langkah dan tindakan. Persoalan niat ketika memulai gerak menjadi masalah.

Para pengharap kebenaran hanya bisa menangis dengan keadaan ini. Harapan menjadi kuat seringkali menyertai dunia sepi. Alangkah asingnya kehidupan ini. Seakan tidak ada orang yang menyapa. Kesendirian.

Keadaan inilah yang sering melemahkan. Mereka pun berbondong – bondong ke arah tempat orang ramai berkumpul. Disana bisa tertawa. Namun tanpa sadar kemudian waktu berlalu dan tidak satu pun meninggalkan kesan di hati. Hidup hampa. Mereka kemudian kembali mencari tempat serupa sehingga benar – benar lupa dengan hatinya hingga tertutup.

Berbeda dengan kehidupan sepi. Awal dari pendakian dirinya begitu panjang dan terasa berat. Banyak godaan dan rintangan. Seterusnya, keindahan demi keindahan kian terasa. Manisnya berjalan dalam kebenaran dan kepasrahan menjalani hidup membuat seakan tidak ada lagi yang lebih berharga.

Semua yang diinginkan manusia telah ia miliki. Tanpa sedikit pun harus mengganggu orang lain. Justru hidup yang dijalani membuat orang lain mendapat bagian dari hak – haknya. Semakin banyak memberi akan semakin kaya rasa jiwa. Hilang semua kegelisahan. Mereka sungguh orang – orang yang beruntung dalam keceriaan.

Manusia sungguh tidak pernah dapat mengetahui apalagi mempengaruhi masa depan. Kecuali hanya dengan melakukan usaha terbaik. Terlalu banyak penderitaan mereka karena harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan padahal sudah sangat jelas bahwa apapun yang terjadi adalah yang terbaik bagi mereka. Selama dirinya senantiasa berusaha menjadi lebih baik.

Hanya orang – orang kerdil yang akan menilai pesimis. Orang – orang yang tidak melihat bagaimana luasnya langit dan bagaimana tenangnya malam.

Bertanyalah diri pada hati tentang apa yang membuat gusar hidup ini. Semua adalah kebahagiaan. Diri akan merasakannya ketika coba mengekang berbagai keinginan yang tidak diperlukan. Ambisi hanya untuk sebuah tujuan mulia. Tidak lebih. Tujuan agung yang jauh lebih berharga dibandingkan bumi beserta segala isinya.
(Yogyakarta, 9 juni 2005)

Leave a Response