Dia Bukan Jodohku

Di tengah masyarakat kita yang relatif “bebas” sekarang, tidak jarang interaksi antara laki-laki dan wanita membuat perasaan ingin saling memiliki muncul. Mereka menyebutnya sebagai cinta.

Ada sebagian mereka yang tidak kuat akhirnya malah jatuh pada kemaksiatan dan mengikuti syahwatnya. Karena memang wanita merupakan salah satu fitnah terbesar yang terjadi di tengah umat ini. Begitu juga dengan wanita, banyak mereka yang tidak bisa menjaga dirinya dengan kemuliaan Islam.

Namun tentu tidak semua demikian. Dengan keimanan dan pertolongan dari Allah ta’ala, masih juga banyak mereka yang memunculkan perasaan diawasi oleh Allah ta’ala. Dalam dirinya memang muncul perasaan suka, tetapi ketakutan kepada Allah mengalahkan segalanya.

Dikisahkan bahwa pernah ada seseorang yang begitu mencintai seorang wanita karena agama dan akhlaknya yang mulia. Hatinya sebenarnya ingin segera melamar sang pujaan hati. Namun sang wanita ternyata tidak mencintai lelaki tadi.

Akhirnya ia pun mendatangi seorang syaikh dan bertanya apakah ia boleh berdoa agar wanita tadi mencintainya? Dan apakah jodoh memang sudah ditakdirkan oleh Allah ta’ala?

Menjawab pertanyaan tersebut, syaikh mengatakan bahwa sesungguhnya keimanan kepada takdir Allah ta’ala merupakan salah satu rukun iman yang membuat keimanannya tidak sempurna tanpanya. Maka seorang yang betul-betul mengimani takdir Allah ta’ala, hendaklah ia meyakini bahwa Allah ta’ala mengetahui segala sesuatu baik yang tersembunyi maupun yang nampak di langit dan di bumi.

Keimanan ini juga menuntut seorang mukmin untuk meyakini bahwa segala sesuatu telah Allah tetapkan dalam lauhul mahfudz lima puluh ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan. Termasuk dalam perkara jodohnya. Bahkan rezeki, ajal, amal dan apakah seseorang akan masuk surga atau neraka sudah merupakan bagian dari takdir Allah ta’ala tadi.

Dalam perkara jodoh seorang mukmin akan betul-betul memasrahkannya kepada Allah ta’ala. Dalam doanya, maka doa-doa istikhorah yang ia panjatkan. Memohon jika memang ada kebaikan dunia dan akhirat pada wanita yang ingin dinikahinya, maka ia mohon dimudahkan. Namun jika tidak, ia mohon untuk dijauhkan dan ditutup dari semua pintu fitnah. Jadi doanya bukanlah doa memaksa.

Karena keimanannya, maka ia tidak akan pernah merasa kecewa atas apa yang luput darinya, apalagi dengan melakukan hal-hal yang diharamkan Allah ta’ala. Yang ada dalam dirinya hanya syukur dan sabar. Baginya hidup ini tidak lebih dari menjalani skenario yang telah Allah ta’ala tetapkan.

Hal ini sesuai dengan firman Allah ta’ala,

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan takdirnya (Q.S. Al Qomar:49).

Maknanya bahwa siapa yang akan menjadi istri kita, anak-anak kita, dan semua apapun yang akan kita dapatkan dan lakukan di dunia ini sudah ditakdirkan oleh Allah ta’ala.

Meskipun demikian, hal ini tidak berarti meniadakan sebab. Seorang mukmin akan senantiasa menyibukan dirinya dengan ketaatan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan syariat Allah ta’ala. Ia tahu bahwa Allah ta’ala telah membuat sebab pada segala sesuatu.

Siapa yang ingin punya anak, hendaknya ia menikah. Siapa yang ingin mendapatkan pertolongan Allah pada hari kiamat, ia harus menyibukkan diri dengan ketaatan dan mencari hidayah. Siapa yang ingin jadi orang kaya, ia pun harus siap berlelah dan berjuang untuk mendapatkannya.

Inilah makna hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam,

اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ

Beramalnya, segala sesuatu dimudahkan atas apa yang telah ditetapkan atasnya. Siapa yang akan mendapatkan pertolongan (ahli surga) maka ia pun dimudahkan dengan amalan mereka yang akan ditolong. Dan siapa yang termasuk dari ahli kejelekan (neraka) maka ia dimudahkan dengan amalan ahli neraka (HR. Bukhari Muslim)

Dalam perkara jodoh maka hal ini pun berlaku. Siapapun yang memang Allah tetapkan mereka sebagai jodoh, maka niscaya Allah ta’ala akan memudahkan pernikahan bagi mereka. Dan siapa yang bukan jodoh, maka niscaya akan ada saja jalan untuk memisahkan keduanya.

Buktinya banyak mereka yang tidak pernah terpikirkan akan menikah dengan seseorang maka melalui perantara suatu sebab Allah pun menyatukan mereka. Begitu juga banyak mereka yang bahkan sudah menyepakati waktu pernikahan, atau bahkan undangan sudah tersebar, tetapi Allah menentukan kehendak yang lain.

Di sinilah keimanan seseorang diuji. Orang yang beriman, maka niscaya ia hanya akan mencukupkan dirinya dengan yang halal saja. Ia tidak ingin jalan pernikahannya dilalui dengan proses yang tidak sesuai syar’i. Bagaimana pun caranya, ia tetap akan mendapatkan jodoh yang memang sudah ditetapkan untuknya.

Maka ia lebih banyak menyibukkan diri untuk memperbaiki diri. Ketika mencari pasangan hidup, maka ia pun akan lebih mengutamakan perkara agama dan akhlak dari orang yang akan dinikahinya.

Baginya pernikahan bukan sekedar pelampiasan syahwat tetapi merupakan perjanjian mulia yang menjadi ibadah di sisi Allah ta’ala. Karenanya pernikahan bukan cuman sekedar urusan dunia, tetapi juga urusan akhiratnya.

Orientasinya bukan lagi hanya sekedar syahwat di dunia ini. Ia merasakan kenikmatan beribadah kepada Allah melebihi kenikmatan ahli syahwat terhadap apa yang mereka dapatkan. Ia sibuk untuk mempersiapkan dirinya bagi kehidupan akhirat yang di sana Allah akan memberinya berbagai kenikmatan.

Oleh karena itu, jika pun ia menikah dengan seseorang yang sebelumnya tidak pernah ia kenal, ia pun mensyukurinya. Ia menutup celah dari memasukkan orang lain di masa lalunya. Ia akan berjuang untuk senantiasa mencintai seseorang yang dinikahinya. Bukan mengenang seseorang yang bukan menjadi jodohnya.

Inilah salah satu keajaiban orang-orang yang beriman. Bagi mereka kalau pun seseorang yang pernah disenanginya ternyata tidak menikahnya dengannya, ia akan menutup semua pintu untuk mengenangnya dan dengan tegas ia akan mengatakan “Dia bukan jodohku!”

 

Malang, 27 Agusus 2015

Akhukum Fillah, Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Meraih Sarjana Ilmu Politik (S.IP) dari Ilmu Hubungan Internasional UGM, M.A Political Science, Jamia Millia Islamia, dan M.A International Relations, Annamalai University, India. Menyelesaikan jenjang PhD Political Science dari International Islamic University Malaysia. Belajar agama dari beberapa ustadz ketika sedang studi di Yogyakarta, Malang dan India. Bekerja sebagai Professor di Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Leave a Response