Peran Ilmuwan Dalam Pembangunan India

Tulisan ini dimuat dalam buletin Atase Pendidikan KBRI New Delhi Edisi XIII, ditampilkan di blog dengan harapan agar bisa berbagi informasi bagi teman-teman yang belum bisa mendapatkan buletin tersebut

Salah satu faktor kemajuan India disebabkan oleh banyaknya ilmuwan India di berbagai negara yang semakin sadar bahwa mengembangkan pendidikan di negeri sendiri lebih penting daripada berkarier di negeri orang. Setelah menyelesaikan studi atau menimba pengalaman di luar negeri, mereka kembali ke India membawa inovasi, keahlian mengajar, dan berbagai macam program penelitian dan pengembangan. Selain itu, jika pun sebagian memilih tinggal di luar negeri, mereka tetap memberikan kontribusi positif untuk pembangunan India sebagai the new emerging power country.

Pada edisi ini, Sukriya membahas beberapa profile ilmuwan sukses India yang memutuskan kembali ke negaranya dan peran alumni India yang tetap memilih untuk berkarier di luar negeri. Harapannya, sinergisitas dan komitmen dari kedua kelompok masyarakat India ini bisa menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia, termasuk pemerintah dalam memberikan apresiasi terhadap warga Indonesia di luar negeri.

Ilmuwan India Pulang ‘Kampung’

Beberapa waktu yang lalu, majalah Aspire (India Today) mengungkap kisah sukses 5 orang akademisi India yang kembali dari rantau meskipun sudah mendapatkan kehidupan yang nyaman di luar negeri. Keputusan mereka untuk pulang ke India didasari oleh keinginan untuk mengakomodasi dan mendorong berbagai inovasi di dalam negeri. Profil lima ilmuwan tersebut digambarkan majalah Aspire sebagaimana dikutip Sukriya berikut.

Pertama, Dr. Arun Pereira. Ia menjabat sebagai Kepala Pusat Pengembangan Pengajaran dan Pembelajaran, Indian School of Business (ISB), Hyderabad. Dia tinggal di Amerika Serikat selama 23 tahun, dimana 5 tahun pertama dia gunakan untuk meraih gelar Ph.D di bidang Administrasi Bisnis dari University of Houston. Kemudian dia bekerja di negeri Paman Sam tersebut sebagai professor sekolah bisnis. Pereira kembali ke India di tahun 2008 dan sejak saat itu bekerja di ISB.

Kedua, Prof. C. Raj Kumar. Dia adalah Rektor O.P. Jindal Global University. Di tahun 1998, dia pergi ke lnggris untuk belajar di Oxford University. Kemudian dia mengajar di Hongkong dan New York sebelum kembali ke India. Sepuluh tahun kemudian di tahun 2008, dia kembali ke India dan mendirikan O.P. Jindal Global University yang dikembangkan bersama Naveen Jindal, Executive Vice-Chairman And Managing Director of Jindal Steel and Power Ltd.

Ketiga, Dr. Prita Chathoth. Di tahun 1984, Prita Chathoth merantau ke Amerika untuk belajar di Cornell University. 4 tahun kemudian, dia telah berhasil menamatkan program Ph.D. Setelah itu dia bekerja di United Nations dan telah mengunjungi lebih dari 70 negara. Setelah hampir 25 tahun berkarir di dunia internasional, dia kembali ke India.  Dia sekarang menjabat sebagai Direktur Program Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat, Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan di Amrita School of Business.

Keempat, Dr. Parvez Ahmed. Dia menamatkan sarjana S1 (B.Sc) dan S2 (M.Sc) dari Aligarh Muslim University, Uttar Pradesh – India. Dia menamatkan gelar Ph.D. di bidang Ilmu computer dari Concordia University, Kanada. Dia telah bekerja sebagai dosen di lebih dari empat negara termasuk Iraq, Saudi Arabia, dan Kanada. Sejak tahun 2010 dia kembali ke India dan sekarang dia telah menjabat sebagai dekan fakultas ilmu komputer di Sharda University.

Kelima, Dr. Nikhil Sinha. Di tahun 1987, Nikhil Sinha muda pergi ke Amerika untuk meraih gelar pendidikan tinggi. Dia meraih gelar Ph.D.dari University of Pennsylvania. Kemudian dia menghabiskan waktunya untuk mengajar di University of Texas selama lebih dari 10 tahun. Pada tahun 2010 dia kembali ke India dan mendirikan Shiv Nadar University. Sekarang, Dr. Nikhil Sinha merupakan Vice Chancellor dari Shiv Nadar University.

Masih banyak sebenarnya kisah-kisah lain yang serupa dengan berita yang diangkat majalah Aspire tersebut. Yang menarik adalah bahwa mereka yang sudah mempunyai pengalaman yang cukup banyak di luar negeri kemudian lebih memilih untuk mengabdi di dalam negeri. Dan semua di antara mereka memilih untuk menjadi dosen agar bisa mentransfer ilmu dan berbagi motivasi dengan mahasiswa. Mereka menyadari bahwa melalui pengembangan dunia pendidikan, India akan bisa menjadi negara maju. Hal ini tentu semakin meningkatkan kualitas pendidikan India untuk bersaing dengan dunia Internasional.

Membangun India Melalui Penggalangan Dana Alumn

Bagi sebagian warga India yang berada di luar negeri, jarak dan tempat tinggal tidak lagi menjadi masalah bagi mereka untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan India. Dengan keseharian mereka yang terkenal sebagai pekerja keras dan berdedikasi tinggi dalam berbagai bidang pekerjaan yang mereka geluti, seperti IT, kedokteran, teknsi, konstruksi, dan lain-lain, tidak sedikit dari etnik India di luar negeri yang meraih puncak kesuksesan. Dengan demikian, tidak sulit bagi mereka untuk menyisihkan sebagian dari hasil kerja mereka sebagai donasi dalam pengembangan dunia pendidikan di India.

Sejauh ini, alumni Indian Institute of Technology (IIT) terkenal mampu melakukan penggalangan dana dari alumni dalam jumlah yang besar. IIT Bombay misalnya, selama sepuluh tahun terakhir ini mampu mengumpulkan dana sekitar 2 milyar Rupees (sekitar Rp. 400 miliar) dari alumni mereka saja. Belum lagi donasi yang diberikan oleh lembaga-lembaga kerjasama yang lain.

Sampai sekarang, kebanyakan donasi untuk IIT Bombay didapat dari alumni mereka yang bekerja di Amerika Serikat (AS), dimana hampir 90% dari dana tersebut berasal dari donatur kaya dengan 25 diantaranya memberi uang lebih dari US$. 100.000. “Kita mengharap donasi lainnya dalam jumlah kecil dari semua alumni IIT di seluruh dunia,” ujar Direktur Institut tersebut dalam sebuah konferensi pers Agustus lalu. “Jika 50% dari alumni IIT Bombay yang saat ini berjumlah 40.000 orang memilih untuk mendonasikan masing-masing sejumlah Rs. 10.000 saja kepada almamater mereka, maka IIT Bombay akan menerima dana tambahan sejumlah 200 juta Rupees (Rp. 40 miliar).

Untuk memfasilitasi proses penggalangan dana tersebut, IIT Bombay juga telah mengumumkan sebuah portal donasi online yang bisa diakses dimana saja. Sekitar 40% dari dana hasil donasi tersebut akan diarahkan pada pembangunan infrastruktur di institute tersebut yang meliputi Kanwal Rekhi School of IT, Shailesh Mehta School of Management, Gaitonde Lecture Hall Complex, D S Foundation Gymkhana, dan Victor Menezes Convention Centre.

Kondisi di kampus-kampus IIT lainnya juga relatif sama. Bahkan tidak jarang seorang alumni memberikan donasi dalam jumlah yang cukup besar. Arjun Malhotra, pendiri perusahaan HCL Technologies dan CEO Headstrong (sebuah firma konsultan IT), misalnya, pada bulan Oktober 2011 mendonasikan sekitar 50 juta Rupees (Rp. 10 miliar) kepada almamaternya IIT Kharagpur. Alumni program B.Tech angkatan tahun 1970 ini memutuskan untuk memberikan dana tersebut pada ulang tahun spesial universitas tersebut untuk mendirikan G S Sanyal School of Telecommunication atas nama seorang mantan direktur dan juga atas nama staf pengajar IIT tersebut.

Di IIT Madras, kotak donasi mereka juga telah terisi dengan setiap tahunnya mereka menerima sekitar 100 juta Rupees (Rp. 20 miliar) dari alumni mereka. Dana donasi tersebut juga diarahkan untuk pembangunan infrastruktur di kampus. “Kita menggunakan pihak fakultas untuk mengkoordinasi penggalangan dana dari alumni,” ujar R Nagarajan, Penasehat Kantor Urusan Alumni IIT Madras. “Penggalangan dana ini tidak dilakukan secara profesional. Kita hanya meminta para alumni untuk berkontribusi secara sukarela.”

IIT Delhi juga menyebutkan bahwa pada dekade yang lalu kontribusi dari alumni mereka juga mencapai sektiar 750 juta Rupees (Rp. 150 miliar). IIT Delhi mulai melakukan penggalangan dana sejak 4 tahun lalu dan telah berhasil mengumpulkan dana bersih sekitar 400 juta Rupees (Rp. 80 miliar).

Namun penggalangan dana pada alumni Indian Institut of Management (IIM) tidak bisa sehebat di IIT. Misalnya di IIM Ahmedabad dan IIM Bangalore, dua institut manajemen terkemuka, penggalangan dana dari alumni mereka hanya mampu terserap sebesar kurang dari 100 juta Rupees. Menurut Prof. Atanu Gosh, Dekan sekaligus Koordinator Alumni dan Hubungan Eksternal IIM Ahmedabad, hal itu dikarenakan pada fakta bahwa IIT telah menciptakan sejumlah Pengusaha atau entrepreneur yang lebih maju terutama dari program Silicon Valley. Sedangkan di IIM tidak terlalu banyak kisah sukses para alumninya yang bisa menyamai alumni IIT.

Dukungan Pemerintah

Kerelaan para ilmuwan India yang sudah sukses di luar negeri untuk pulang kampung atau mereka yang bekerja di luar negeri tetapi tetap mendonasikan sebagian harta mereka untuk pengembangan pendidikan India, selain karena motivasi untuk mengabdikan diri di dalam negeri juga tidak terlepas dari dukungan pemerintah India. Beberapa hal penting dari kebijakan pemerintah yang bisa dijadikan pelajaran antaralain:

Pertama, kebijakan gaji yang layak untuk para dosen dengan rata-rata gaji mínimum 90 ribu rupees (18 juta rupiah). Hal ini tentu membuat para ilmuwan tersebut merasa dihargai dan dengan senang hati memilih untuk mengabdikan diri di dalam negeri guna menyiapkan generasi India yang lebih baik.

Kedua, pemerintah India juga secara aktif menyediakan media komunikasi untuk warga India yang sedang berada di luar negeri. Pemerintah India memberikan apresiasi kepada mereka misalnya dengan cara mengundang mereka setiap tahunnya untuk datang ke India agar bisa berdialog satu sama lain. Salah satu media komunikasi yang dibangun guna memfasilitasi interaksi orang-orang India di luar negeri adalah melalui website , http://www.overseasindian.in/. Melalui media ini, meskipun tinggal di Negara asing mereka tetap mempunyai ikatan satu sama lain dalam hal budaya dan ikatan spiritual sebagai bangsa India.

Ketiga, kampus-kampus India (seperti IIT Bombay dan IIT Madras) membuat skema sumbangan alumni dimana setiap lulusan dari institut tersebut diminta untuk menjanjikan sejumlah dana sukarela yang akan disumbangkan sebelum mereka meninggalkan kampus tersebut. Setahun setelah mereka lulus, institut akan mengingatkan kembali janji mereka apabila mereka telah siap untuk membayarnya. Pada tahun pertama, tercatat tingkat partisipasi pada program ini sebesar 40%. Nagarajan mengatakan bahwa skema ini tidak dilihat sebagai tema utama penggalangan dana, namun hal ini digunakan agar institut bisa tetap terhubung dengan alumninya.

Terakhir, hal yang sangat penting adalah upaya pemerintah dan pihak kampus yang berusaha untuk semakin meningkatkan pelayanan mahasiswa agar dapat mempunyai kualifikasi yang mumpuni agar bisa menjadi pekerja dengan standar Internasional. Jika alumni-alumni mereka mampu bekerja di perusahaan-perusahaan internasional, jumlah donasi yang didapatkan juga akan semakin besar.

Masih banyak kebijakan-kebijakan lainnya yang dilakukan oleh pemerintah India seperti upaya untuk semakin meningkatkan anggaran pendidikan, pembangunan kampus-kampus-kampus teknik baru, internasionalisasi kampus-kampus india, dan sebagainya. Intinya pemerintah India sudah melihat bahwa pendidikan merupakan bidang yang sangat penting untuk mewujudkan pembangunan bangsa yang lebih baik. Sesuatu yang seharusnya juga perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk membangun bangsa yang maju.(red)

 

Gonda Yumitro

Gonda Yumitro

Meraih Sarjana Ilmu Politik (S.IP) dari Ilmu Hubungan Internasional UGM, M.A Political Science, Jamia Millia Islamia, dan M.A International Relations, Annamalai University, India. Menyelesaikan jenjang PhD Political Science dari International Islamic University Malaysia. Belajar agama dari beberapa ustadz ketika sedang studi di Yogyakarta, Malang dan India. Bekerja sebagai Professor di Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Leave a Response